Selasa, 02 Oktober 2012

PERJALANAN PANJANG MENCARI KEBENARAN SEJATI: RESENSI BUKU, ‘SANG LIBERALIS’


Membaca buku sang liberalis yg ditulis oleh Abu Umar Basyier, mengantarkan aku bernostalgia menyusuri waktu-waktu yg telah kulewati, ketika pertama kali aku mengenal lebih dekat Islam, dan ketika aku mulai aktif ikut-ikutan “ngaji” di masjid kampung. Buku itu mengingatkan aku akan semangat yg begitu besar yg terkadang tak terbendungi, sehingga keluar memberi warna dalam dimensi kehidupan keluargaku. Realitas yg terjadi di masyarakat yg  sangat jauh berbeda dengan kebenaran yg baru pelajari membuatku kadang harus memberontak untuk mengatakan bahwa seperti inilah yg benar.


Setidaknya itulah yg dirasakan oleh Yudi (tokoh utama dalam buku “Sang Liberalis”) ketika dia mulai mengenal lebih dekat Islam, dan ketika dia memutuskan untuk melanjutkan study di sebuah pesantren. Pola pengajaran sufisme yg baru dia pahami mengantarkan dia menjadi seorang abid.

Pernah suatu malam dia melakukan shalat lail sebanyak 120 rakaat, ditambah dengan berpuasa berturut-turut tanpa henti, dia juga membatasi dirinya dengan hanya memakan 5 kepal tangan dalam sehari. Sampai suatu saat dia pingsan karena tubuhnya kekurangan gizi. Setelah siuman, bukannya sadar malahan memilih untuk meneruskan kebiasaannya tersebut.

Namun itu tidak berlangsung lama, ketika salah satu kakak temannya datang berkunjung  ke pesantrennya. Dia adalah seorang pria bersemangat tinggi, dia bukan berasal dari pendidikan pesantren, tapi semangat Islamnya meluap-luap, pengetahuan Islamnya juga tidak main-main. Suatu ketika pria yg di sapa ja’far itu berkata,
“tau kalian, bagaimana  cara orang -orang  yahudi memadamkan semangat jihad? Mereka menyusupkan pemahaman sufi kedalam tubuh ummat Islam. Semenjak ajaran sufi itu berkembang luas semenjak itulah semangat jihad kaum muslimin mulai meredup dan akhirnya padam”.
Saat berbicara , rahangnya mengeras, urat-wajahnya menegang dan terlihat menonjol akibat luapan semangat yg berapi-api. Salah seorang teman Yudi menanggapi,
“Tapi jihadkan tidak harus dengan senjata, kita berdakwah juga termasuk jihad, lagi pula kita hidup di negara yg pemimpinnya berasal dari orang-orang Islam.”
Ja’far menjawab,
“secara bahasa memang termasuk jihad, tapi jihad yg sesungguhnya adalah perang. Undang-Undang yg dipakai di negeri ini buatan belanda kan? Mereka itu apa agamanya? Dalam al-Qur’an Allah menegaskan, Barang siapa yg tidak berhukum dengan apa yg diturunkan Allah, maka merekan itu orang-orang yg fasik”.
            Akhirnya yudi mengakhiri kehidupan sufismenya, berganti dengan pemahaman yg baru dia dapatkan, paham radikalisme.
            Lagi-lagi pemahaman tersebut tidak dapat bertahan lama dalam diri Yudi, sejak dia mempelajari ilmu Mantiq (filsafat) yg didapatkan bagi santri yg sudah selesai masa belajarnya, dan sedang manjalani proses pengabdian di pesantren tersebut. Ilmu Mantiq yg menomorsatukan akal membuatnya mulai berpikir kritis terhadap paham radikalismenya, bahkan yudi sampai kepada sebuah kesimpulan bahwa Islam dan semua agama adalah sama-sama menuju kepada tuhan yg satu, ya, yudi kini telah kerasukan firus Liberalisme, ada sebuah hadist yg sangat di eluk-elukan oleh Yudi dalam mempelajari ilmu Mantiqnya,
            ((الدين عقل لا دين لمن لا عقل له))
            “Agama adalah akal, tidak ada agama bagi mereka yg tidak memiliki akal”
            Hadist ini dengan jelas menyebutkan bahwa akal adalah segalanya dalam beragama, hadist yg belum jelas asal usulnya ini menjadi pedoman utama untuk melegalkan sebuah stigma bahwa Islam adalah agama filsafat.
            Seperti itulah gambaran singkat isi buku tersebut, sebuah perjalanan panjang dalam pencarian kebenaran sejati, yg berakhir kembalinya dia kepada paham yg benar. Sebuah kisah nyata yg sederhana namun banyak terjadi di sekitar kita, Abu Umar Basyier membawakan kisah tersebut dengan bahasa yg mengalir dan syarat dengan nilai dakwah sebagaimana buku-buku beliau yg lain. Banyak hikmah, pelajaran, dan argumentasi-argumentasi ilmiyah yg bisa kita manfaatkan dalam dunia keilmuan, dan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Selamat membaca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih