oleh : Muh Idris
Dalam beberapa dekade, fakta empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun negara muslim yang berstatus negara berkembang memiliki rezim moneter konvensional yang stabil. Krisis demi krisis terus terjadi dan berulang, seperti di tahun 1930, 1940, 1950, 1960 1970, 1980, 1997 dan 2001. Krisis ekonomi menjadi momok bagi setiap negara di dunia. Tidak kurang dalam tempo 100 tahun kita telah berjumpa krisis ekonomi selama 4 kali dalam skala global. Ini belum krisis ekonomi
dalam skala lebih kecil yang terjadi setiap tahunnya (inflasi, deflasi, penurunan nilai mata uang dan lain-lain) di berbagai belahan dunia.
Dewasa ini umat Islam lebih sering di pandang sebelah mata dalam menghadapi problem ekonomi karena kemampuannya tidak representatif dalam membangun kekuatan ekonomi. Padahal umat Islam adalah penduduk mayoritas yang justru langsung bersentuhan dengan problem ekonomi bangsa.
“Dimana kondisi ekonomi bangsa sedang terpuruk, secara tidak langsung umat Islamlah yang merasakan,” itulah realitanya. Dalam perkembangannya, sistem ekonomi yang berkembang pada saat ini malah memperkeruh dan menimbulkan banyak krisis seperti: Inflasi, Krisis Moneter Global, Kelaparan Kelangkaan Bahan Bakar, Kemiskinan bertambah dan kriminalitas bermunculan dimana- mana. Ini semua di sebabkan sistem ekonomi yang dianut sekarang ini telah lepas dari ruh Islamiyah yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah.
Selama beberapa abad wacana ekonomi dunia lebih banyak di dominasi oleh kaukus ekonomi, yaitu kapitalis dan sosialis. Dengan klaim-klaim universalitasnya telah merambah keseluruh negara di dunia ini, termasuk negara – negara yang berbasis Islam.
Dunia Islam sendiri tidak bisa berbuat banyak karena powernya sendiri telah di renggut oleh “tangan – tangan” kaum imperialis. Akibatnya, mau tidak mau, masyarakat Islam harus dengan lapang dada menerima sistem ekonomi yang telah berkembang secara universal. Dan berbagai interpretasipun bermunculan yang hanya sekedar menyelaraskan Islam dengan universalitas sistem ekonomi itu. Meskipun pada akhirnya itu semua menjadi bumerang bagi umat Islam sendiri. Karena sistem ekonomi, khususnya kapitalis dan sosialis yang selama ini di terapakan di negara Islam terbukti tidak bisa meningkatkan taraf hidup umat Islam malah sebaliknya membelit kehidupan mereka. Sistem kapitalis telah memberikan kepada individu kebebasan yang luar biasa mengalahkan masyarakat dan kepentingan sosial, baik materiil maupun spiritual.
Negara Indonesia adalah merupakan salah satu negara besar di dunia, yang bisa dikatakan sistem ekonominya sangat timpang, hal ini di sebabkan oleh struktur ekonomi yang strategis di kuasai oleh kaum feodal dan masyarakat modern yang menerapkan sistem konvensional (Ribawi). Sebagian orang membumbung ke atas dengan kekayaan yang melimpah, sementara sebagian yang lain terperosok ke jurang kemelaratan yang dideritanya. Hal ini telah menyebabkan ketimpangan persaingan ekonomi yang semakin tajam. Dalam hal ini sumber daya ( SDM ) dan modal yang kuat semakin diuntungkan, sedangkan ( SDM ) dan modal yang kecil akan menjadi korbannya. Akhirnya, sekelompok kecil orang menjadi gemuk dan berkuasa diatas penderitaan orang lain yang nota bene mayoritas dari masyarakat kecil.
Maka dalam hal ini berlaku hukum yang kuat memakan yang lemah, dalam tatanan ekonomi bangsa kita. Maka dalam kondisi ini yang lebih di untungkan kaum atau kelompok yang memiliki modal yang besar. Padahal untuk memperbaiki sistem perekonomian yang timpang ini, tidak hanya sekedar meningkatkan produksi kekayaan saja, tetapi bagaimana mendistribusikan secara optimal. Dengan kata lain, pendistribusian secara adil dan merata adalah cara yang paling efektif dalam menanggulangi krisis ekonomi dikalangan masyarakat. Sebab, peningkatan produksi tidak akan meningkankan taraf hidup tanpa di imbangi dengan pendistribusian kekayaan secara adil dan merata. Seperti yang termaktub dalam ayat Al-Qur’an surat Ar- Rahman :
وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ (٧) أَلا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ (٨) وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ (٩)
(7). Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). ( 8). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. (9). Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
Dalam hal inilah, penggalian terhadap nilai – nilai dasar Islam yang telah tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnah harus segera dilakukan mengingat betapa besar perhatian Islam dalam urusan kesejahteraan ekonomi masyarakat
bersabung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih