Senin, 17 November 2014

Memorial Santri

suatu ketika di asrama, terdengar seorang teman yang berteriak lantang, memanggil seluruh santri agar berkumpul di ruang tengah. “kue” “kue” teriaknya

dalam kalimatnya memang tidak terdapat kata yang bermakna memanggil, namun rekan-rekan santri sigap dan paham akan instruksi yg dimaksud dalam kata itu. Akan ada makan kue gratis.

Dalam beberapa saat berkumpulah para santri diruang tengah.  Tak terkecuali aku yang sedang tidur tiba-tiba bangun karena alam bawah sadarku merespon begitu cepat kalimat yg terekam oleh pendengaranku.

Aku pun ikut nimbrung bersama santri-santri lainya, menikmati hidangan kue dari salah seorang teman yang baru saja datang dan membawa oleh-oleh.

Saat kami dan santri lainnya sedang menikmati kue-kue tersebut, tiba-tiba muncul seorang teman dari kamar yg paling ujung, ingin ikut bergabung bersama-sama kami dan santri lainya, menikmati kue di siang itu. Dia adalah teman sekamar denganku yg sama-sama tidur. Namun aku lebih responsive dibandingkan dirinya.

Mendekatlah dia ke kerumunan santri, namun belum saja dia ikut duduk nimbrung, seorang teman dengan suara nyaring nyeletuk sebuah hadits dengan berbahasa arab, “fainna ahadakum laa yadri aina baatat yadahu” (sesungguhnya salah seorang diantara kalian tidak mengetahui dimana tanganya bermalam –ketika tidur-)

Mendengar kalimat itu, raut muka temanku tiba-tiba berubah dari yang tadinya begitu “bernafsu”, menjadi kecut melempem karena malu. Langkahnya pun yang tadinya mengarah ke kumpulan kami berubah haluan menuju arah kamar mandi untuk mencuci muka.

Bergegaslah dia menuju kamar mandi dan kembali ke kerumunan para santri. Namun kali ini nasibnya benar-benar malang. Saat dia kembali dengan telah mencuci muka dan tangannya, kue gratis yang dibagi-bagi tadi udah lenyap sekejap, disantap oleh kami dan rekan-rekan santri lainya.

Akhirnya raut mukanya kembali berubah. Yang tadinya sekedar kecut melempem menjadi merah padam karena malu. Langkahnyapun yang tadinya ingin mengarah ke kerumunan kami berubah haluan menuju ke kamarnya di ujung asrama

Dalam hatiku, “sungguh sial nasibmu kawan, padahal yg baru bangun tidur bukan hanya dirimu seorang”

Hehehe

4 komentar:

  1. assalamualaikum...... sodaraq. mantap ne blognya !!! jd iri ngeliatnya.

    BalasHapus
  2. berkunjung balik ust ke debisuklisnostis.blogspot.com salam jempol dari bontang

    BalasHapus
  3. hahahahaha.kurang rasa solidaritasnya ini..

    BalasHapus

terimakasih