Sabtu, 23 Februari 2013

Nilai pertama dan cita-citaku

Nilai pertamaku telah keluar, setelah kurang lebih 1 bulan menunggu hasil ujian. Hanya bisa mengucapkan Alhmdulillah, walaupun bukan yang terbaik, tapi Insya Allah bukan pula yang terendah. IP ku 3,67, masih jauh dari kesempurnaan '4.00'. namun itulah hasil usahaku selama ini. dibarengi doaku dan orang-orang yang setia mendoakanku. 

maaf, aku hanya bisa mengucapkan terimaksih, atas do'a2 tulus untuk ku. dan masih terus berharap agar menjadi pen-doa setiaku. mudah-mudahan suatu saat saya bisa memberi sesuatu yang lebih. 


Ini masih permulaan, Insya Allah 3 semester berikutnya menanti dihadapan, siap menjatuhkanku, atau aku yang akan menakhlukanya. Untuk menjadi yang terbaik ternyata tidak mudah, untuk mendaptkan nilai tinggi ternyata tidak seenteng dulu yang pernah kupikirkan. Jalan ini butuh Perjuangan juga kawan, dan itulah bentuk amanah yang Allah pilihkan untukku. 

Suatu ketika saya berjalan dengan seorang bukan sekedar teman, tapi telah kuanggap dia ust, karena keseniornya di dunia dakwah. Dalam jalan singkat menuju tempatku belajar, kusempatkan berdiskusi denganya. Bukan tentang pemikiran, bukan tentang liberal, atau krisis kesejahteraan ekonomi negeri ini.

Pada mulanya saya berkata kepadanya, bahwa seseorang yang hidup di dunia mempunyai cita-cita. Kemudian kubagi cita-cita itu kepada cita-cita bersifat temporer (ruang dan waktu yang terbatas) dan cita-cita hidup (paten). Dia pun sepakat dengan pembagianku. karena dia sepakat, kuberitahu terlebih dahulu cita-cita temporerku kuliah di Ibnu Khodun, berharap dia mengomentari atau terpancing untuk menceritakan cita-cita temporernya juga. 
cita-cita ku, “sukses mendapatkan nilai terbaik dan lulus tepat waktu.” 
Nampaknya temanku itu memilih untuk menyebutkan cita-citanya. 
Tidak terlalu jauh berbeda denganku, “sukses menyelesaikan kuliah tepat waktu dan mampu memahami pelajaran dengan baik, adapun nilai adalah anugrah Allah sehingga saya tidak terbebani dengan beban nilai yang saya dapatkan” 
kelihatannya mirip, dan seperti itulah tangkapanku ketika pertama kali dia mengucapkan. Selang beberapa saat tiba-tiba saya menyadari ada yang salah dalam cita-citaku. Temanku itu lebih memilih menyebutkan cita-citanya untuk menegurku secara tidak langsung tentang cita-cita yang salah selama ini. 
Ya… saya terlalu mematok kesuksesanku pada nilai, bukan pada sejauh mana ilmu yang telah kudapatkan selama ini. Seolah baru sadar, ternyata kudiamanahkan di Ibnu Khodun adalah untuk belajar, bukan untuk nilai tinggi. 

Semenjak itu kuberusaha untuk merubah kebiasaanku yang lebih banyak menghabiskan waktu dalam jejaring sosial ketika dosen ngajar, begitupun tradisi lamaku, belajar sistem kebut semalam, menjelang ujian besok. Tapi luar biasa kawan, aku mendapati jiwaku tidak memiliki azzam yang kuat. ketika ada pilihan antara belajar dengan salah satu hobiku ngejar si bundar di lapangan. Ketika rasa ngantuk bertemu dengan keharusan menyelesaikan tugas. Selalunya belajar yang harus mengalah demi memuaskan keinginanku. 

Belum lagi hati ini yang menyimpan ‘rasa’ pada seorang ‘putri’ (bukan salahmu hati, bukan pula salahmu ‘putri’, karena kita bukanlah malaikat. Namun disitulah nilai yang Allah berikan ketika kita mampu menguasai dan menakhlukanya), padahal selalu kunasihati diriku, “semua akan baik-baik saja”, dan “sesuatu itu akan indah pada saatnya”

Ya… cita-cita temporerku telah berubah, nilai bukanlah target utamaku, namun seberapa dalam pehamanku terhadap materi kuliah yang menjadi fokus utama, dan sedang kuusahakan cara belajarku turut ikut menyesuaikan, apalah artinya nilai yang tinggi yang tertera dalam selembar kertas tanpa disertai ilmu yang mumpuni. Nilai 3,67 ku, merupakan modal awal untuk menjadi lebih baik lagi. Kata ustadzku dulu, “apabila kita berpikir gagal maka akan muncul seribu alasan, apabila kita berpikir sukses maka akan muncul seribu jalan.” Menemukan satu dari seribu jalan itulah yang sedang kuusahakan.

seperti inilah mujahadahku kawan, walaupun "sebagian orang menganggap ini adalah sebuah perkara sederhana", tapi buatku ini adalah sesuatu yang tidak mudah.
Insya Allah kuliah ku tersisa 5 bulan lagi, sebelum melanjutkan kuliah ‘s4ku’ di Universitas kehidupan (seperti yang pernah dikatakan 'sepupuku'), universitas yang sesungguhnya, sebagai wujud dari proses pengkaderanku, dan sebagai alur indah jalan hidupku yang penuh liku.

Kawan… perjuangan ini masih terlalu panjang…“mampukah kita mempertahankan apa yang kita raih kini, dan mampukan kita meningkatkannya di masa depan” Selamat berjuang menegakkan kalimat Allah "dalam kenyataan tidak dalam pernyataan, selamat datang di alam realita tidak di alam cerita", semoga kelak kita dikumpulkan “bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin”.


...Dan adapun terhadap nikmat Tuhanmu, Maka sampaikanlah...


Bogor, 24 februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih