Judul : Misykat : Refleksi Tentang Westerisasi,
Liberalisasi, dan Islam
Penulis : Hamid Fahmi Zarkasyi
Penerbit : MIUMI-INSISTS,
Di : Jakarta, Oktober 2012
Sebenarnya saya tidak terlalu hobi untuk membaca
buku yg membahas tema pemikiran, terlebih jika pembahasannya adalah kajian
filsafat barat. Saat membaca judulnya sudah terbayang isi buku ini pasti tidak
lepas
darinya. Isu Westernisasi, maka kajiannya akan kembali ke bagaimana
worldview barat. Tapi karena kebetulan ane mendapat hadiah buku ini dari seorang
‘teman baik’. maka sebaik-baik buku adalah buku yang dibaca. J
Sejak awal terbitnya, buku ini langsung
dibicarakan dan dicari oleh mereka yang gemar mengikuti perkembangan pemikiran
Islam. Hal itu dikarenakan penulisnya merupakan aktifis, sekaligus cendekiawan
muslim yang aktif melawan arus liberalisasi Islam khsususnya di Indonesia.
Selain itu beliau adalah alumni ISTAC, murid langsung Prof. Dr. Syed Mohammad
Naquib al-Attas yang merupakan tokoh besar pemikir Islam yg menjadi rujukan
pada saat ini. Beliau juga adalah direktur INSITS, sebuah lembaga pengkajian
studi ke-Islaman.
Pada bagian awal dari buku ini ditampilkan beberapa
komentar para tokoh. Secara umum mereka mengatakan bahwa buku ini luar biasa.
Membahas tema pemikiran namun mudah untuk dipahami pembaca umum. Kata Prof.
Didin,
berbagai
persoalan yang terkesan rumit itu menjadi mudah dipahami dan enak dibaca karena
kemahiran. Dr. Hamid bertutur, buku ini seperti gerbang yang indah menuju
berbagai pemikiran yang mendalam
benar, buku ini yg termudah untuk tingkat kajian
pemikiran yg begitu rumit dan memusingkan. Biasanya perlu membaca berulang
untuk bisa memahami utuh buku pemikiran, namun hal yg beda akan didapatkan saat
membaca buku ini. Membaca sekali kemudian bisa jadi pembaca langsung dapat
memberikan kesimpulan.
Buku ini terdiri dari dua Bab. Bab pertama
adalah, ‘de-westernisasi’, merupakan sebuah pembahasan tentang bagaimana cara
pandang barat terhadap dunia/hidup. Memulai pembahasan tentang latar belakang
mengapa barat bersikap demikian dalam masalah wordview. Terminology ‘barat’ pun
masuk dalam salah satu subnya. Kemudian mengakhirinya berupa bantahan terhadap
persepsi barat tersebut.
Bab ke-dua adalah, ‘deliberalisasi’ di bab inilah
banyak kajian tentang isu-isu yg di usung oleh JIL. Berikut bantahannya. Cara
beliau mencounter pemikiran liberal sangat baik, dan syarat filosofis. Dalam
beberapa kasus beliau membalikan logika yg di gunakan kaum liberal untuk
menjatuhkan mereka.
misalnya dalam pembahasan tentang ‘kebenaran’.
menurut orang liberal kebanaran itu relative, tidak ada yang mutlak. Kata
beliau, “kalau anda mengatakan, ‘semua adalah relatif’ atau ‘semua kebenaran
adalah relative, maka pernyataan anda itu juga relative alias tidak absolute”.
Untuk lebih memudahkan pembaca, beliau menyertakan
beberapa Tanya jawab ringkas disetiap akhir Bab, pertanyaan-pertanyaannya
sangat membantu dalam meringkas pembahasan di setiap bab.
Dalam setiap judul pembahasan, beliau lebih sering memulainya dengan mendasarkan pengalaman beliau dalam
berinteraksi dengan masyarakat dan barat. Pembaca diantar untuk memahami judul
pembahasan yang tergambarkan dalam kisah pendek beliau. Sehingga dengannya akan
mempermudah masuk ke pembahasan selanjutnya.
Ketika beliau membahas tentang bagaimana persepsi
barat terhadap tuhan beliau bercerita,
pada
suatu hari saya naik bus dari aston ke Univ Birmingham Inggris. Disampin
saya duduk seorang bule yang agak kusut,
ia melirik buku teologi yang saya baca. Dan tiba-tiba dia, “Hai mike!” dia
menyapa dengan aksen khas Birmingham sambil senyum. Kemudian ia bertanya,
“bisakah tuhan menciptakan sesuatu yang ia tidak dapat mengankatnya?”
buku ini sangat baik untuk pemula
maupun yang telah sering bergelumut dengan dunia pemikiran. Oleh karena itu
saya merekomendasikan kepada pelajar muslim ‘wajib’ membacanya. Sebab dengannya
kita belajar bagaimana mencounter pendapat para liberalis yang saat ini
pemikiran mereka begitu mewarnai perguruan tinggi Islam di Indonesia.
Sudah tiba saat nya mahasiswa
muslim sejati untuk tampil kedepan dalam membendung arus pemikiran yang
dilancarkan barat. Mengambil peran penting didalamnya serta tidak tinggal diam.
Saatnya lah orang-orang JIL tau bahwa mereka pada suatu saat akan dicatat
sejarah sebagai perusak Islam, bukan pembaharu, apalagi sampai disebut aktifis
muslim.
Selamat membaca…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih